Bolehkah wanita pergi haji tanpa suami atau mahram? Berikut juga dibahas hukum khalwat, berdua-duaan dengan lawan jenis.
Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
كِتَابُ اَلْحَجِّ
Kitab Haji
بَابُ فَضْلِهِ وَبَيَانِ مَنْ فُرِضَ عَلَيْهِ
Bab Keutamaan Haji dan Penjelasan Siapa yang Diwajibkan
Hadits #718
وَعَنْهُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ ( يَخْطُبُ يَقُولُ: { ” لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِاِمْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ,وَلَا تُسَافِرُ اَلْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ ” فَقَامَ رَجُلٌ, فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ اِمْرَأَتِي خَرَجَتْحَاجَّةً, وَإِنِّي اِكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا, قَالَ: ” اِنْطَلِقْ, فَحُجَّ مَعَ اِمْرَأَتِكَ ” } مُتَّفَقٌعَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika khutbah bersabda, ‘Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang perempuan kecuali dengan mahramnya. Janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama mahramnya.’ Berdirilah seorang laki-laki dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya istriku pergi haji, sedangkan aku diwajibkan ikut perang ini dan itu.’ Maka beliau bersabda, ‘Berangkatlah dan berhajilah bersama istrimu.’” (Muttafaqun ‘alaih. Lafaz hadits ini dari Muslim). [HR. Bukhari, no. 1862 dan Muslim, no. 1341]
Faedah hadits
- Khalwat (berdua-duan) antara wanita dan laki-laki yang bukan mahram (tidak halal) dihukumi haram. Yang termasuk dilarang adalah berkhalwat dengan istri dari saudara (ipar), istri dari paman dari jalur ayah atau jalur ibu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan bahwa al-hamwu al-maut, ipar itu kematian. Maksudnya, sifat bahaya hubungan dengan ipar itu besar. Karena berdua-duaannya dengan ipar itu sudah dianggap biasa tanpa ada pengingkaran, beda dengan ajnabi (orang jauh).
- Berdua-duaan dengan yang janda ataukah dengan gadis dihukumi sama-sama terlarang.
- Berdua-duaan dengan wanita bukan mahram itu diharamkan. Hal ini berbeda jika seorang laki-laki bersama dengan banyak wanita, yang tepat masih dibolehkan selama tidak khawatir terjatuh pada godaan setan.
- Berdua-duaan dengan wanita dalam keadaan darurat masih dibolehkan misalnya mendapati wanita bukan mahram sendirian di jalan, menemaninya dibolehkan, bahkan bahaya jika meninggalkannya seorang diri. Yang menjadi dalil hal ini adalah kisah Aisyah dalam haditsul ifki (tuduhan berzina pada Aisyah).
- Hadits ini menunjukkan diharamkanya safar tanpa mahram walaupun itu safar untuk tujuan ibadah seperti berhaji. Menurut pendapat pertama, wanita yang tidak memiliki mahram tidaklah terkena wajib haji dan dikategorikan wanita seperti ini tidaklah mampu. Yang dimaksud mahram (bagi wanita) dalam hadits adalah: (1) suaminya (suami dianggap seperti mahram bahkan lebih dari itu); (2) mahram secara nasab yaitu mahram muabbad seperti anak laki-laki dan turunannya ke bawah, ayah ke atas, saudara laki-laki, paman (saudara ayah), paman (saudara ibu), anak laki-laki dari saudara laki-laki (sepupu), anak laki-laki dari saudara perempuan, sebab persusuan seperti anak laki-laki yang disusui atau saudara sepersusuan; (3) mahram karena pernikahan, yaitu suami dari ibu jika sudah berhubungan intim dengan ibunya, suami dari anak perempuannya ke bawah (menantu), ayah dari suaminya ke atas (hanya cukup adanya akad nikah), anak laki-laki dari suaminya (hanya cukup adanya akad nikah).
- Mahram yang dimaksud dalam hadits adalah yang sudah baligh dan berakal. Karena tujuan adanya mahram adalah untuk menjaga wanita. Penjagaan ini bisa tercapai jika yang menjaga adalah baligh dan berakal.
- Hadits safar dengan mahram ini berlaku untuk safar yang singkat maupun safar yang lama, baik dengan menggunakan pesawat atau selainnya, baik wanita yang bersafar adalah wanita gadis ataukah sudah berusia sepuh, baik ditemani wanita lain ataukah tidak, baik berlaku untuk safar haji ataukah selainnya.
- Safar wanita dengan ditemani mahram menjadi dalil yang jelas bagaimanakah syariat Islam itu begitu sempurna dalam menjaga umatnya, mencegah kerusakan. Ingatlah, wanita itu lemah agamanya, kurang akalnya. Saat safar, manusia bisa saja terjerumus dalam zina, ditambah lagi dengan lemahnya iman. Safar wanita harus dengan mahram ini menjadi pendapat Abu Hanifah, Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya.
- Pendapat lain menyatakan bahwa mahram bukanlah syarat untuk pergi haji. Jika wanita memiliki teman tsiqqah (terpercaya) dan mendapatkan rasa aman, maka wanita tersebut dihukumi wajib berhaji. Dalil yang mendasari pendapat kedua ini adalah hadits riwayat Al-Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad), bahwasanya ‘Umar memberi izin kepada istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berhaji. Yang menemani mereka saat itu adalah ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhuma. Dalil lainnya adalah Naafi’ berkata bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar pernah bersafar bersama bekas budak wanita miliknya dan para wanita itu tidak ditemani mahram.
- Bersafar dengan mahram termasuk pula safar untuk ibadah haji yang wajib lebih aman.
- Safar wanita sendirian dalam keadaan darurat dibolehkan seperti hijrah dari negeri yang mengalami peperangan, khawatir pada dirinya, melunasi utang, mengembalikan wadi’ah (barang titipan), dan rujuk dari nusyuz.
- Hendaklah mendahulukan perkara yang lebih penting dari yang penting lainnya. Karena dalam hadits ini berhaji bersama istri lebih didahulukan daripada pergi jihad.
Baca juga:
Referensi:
- Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 5:181-184.
- Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:579-580.
–
Diselesaikan di Bandara Soekarno Hatta Hotel Anara, 19 Dzulqa’dah 1444 H, 7 Juni 2023
Artikel Rumaysho.Com